Mengapa doa kita tidak terkabul?

Sedikit orang mengeluh doanya tak (kunjung) terkabul. Jika terus berdoa dan menambah kelipatan doa, masih mending. Tetapi tidak sedikit yang kemudian putus asa, terjerumus ke dukun segala. Mengapa doa kita tidak terkabul? Dan benarkah tidak terkabul?
Pada suatu  hari, Ibrahim bin Adham – ulama ternama di zamannya berjalan-jalan di sekitar pasar Kota Basrah. Ketika sedang duduk di suatu tempat, orang-orang mengerumuninya. Seseorang lalu berkata kepadanya: “Wahai Abu Ishaq, Allah berfirman dalam Al-Quran ‘Berdoalah kepadaKu, niscaya Kukabulkan doamu.’ Tetapi kami telah berdoa sejak setahun yang lalu dan, sampai hari ini belum ada yang dikabulkan. Bagaimana ini?” tanyanya.
Maka Ibrahim Adham menjawab: “Wahai saudara-saudaraku, tahukah kamu mengapa doamu tidak terjawab? Doamu tidak dikabulkan karena hatimu mati,” jelasnya sebagaimana diceritakan ulang oleh Syaqiq al-Balkhi.
Orang-orang itu kaget. Di antara mereka berguman: Hati kita mati? “Ya, hati kalian mati,” begitu Ibrahim bin Adham langsung menyambar. Ia lalu menjelaskan ada 10 tanda-tanda hati yang mati. Pertama, “Kalian mengaku beriman kepada Allah tetapi kalian enggan memenuhi hak-hak Nya,” ujarnya. Hak Allah adalah kewajiban hamba. Sebagai hamba mestinya menghamba kepada-Nya, sebagai abdun yang ubudiyah kepada-Nya, sebagai kawulo mestinya kemawulo kepada-Nya. Bagaimana doa mau terkabul, jika sebagai hamba kita masih menghamba selain Allah, menghamba kepada harta, menghamba pangkat.
Kedua, masih kata Ibrahim bin Adham, tanda kalau hatimu mati: “Kalian suka membaca Al-Quran tetapi enggan mengamalkan isinya.” Tidak sedikit orang pintar membaca Al-Quran tetapi dengan entengnya mengabaikan isinya. Al-Quran hanya menjadi hiasan, sementara isinya dicampakkan dan semakin jauh dari kehidupan.
Ketiga, lanjut Ibrahim bin Adham. “Kalian tahu syaitan itu musuh yang nyata tetapi kalian justru mentaatinya dan menyetujui ajakannya.”
Keempat, “Kalian mengaku sebagai umat Nabi Muhammad tetapi kalian enggan melaksanakan sunnah-sunnah Baginda Rasul.” Bagaimana mungkin doa mau terjawab jika pintu utama yang harus dilalui tertutup rapat.
Kelima, “Kalian mendambakan surga tetapi enggan mengerjakan amalan yang dapat memasukkan kalian ke surga.” Surga itu bukan diminta semata, surga itu harus dilalui dengan amal kebaikan.
Masih kata Ibrahim bin Adham. Yang keenam: “Kalian menginginkan selamat dari siksa api neraka tetapi apa yang kalian lakukan adalah perbuatan-perbuatan yang menyebabkan kalian masuk ke dalamnya.”
Ketujuh, “Kalian mengetahui mati itu sesuatu yang pasti tetapi kalian enggan mempersiapkan bekal untuk mati.”
Kedelapan, “Kalian gemar meneliti aib orang lain tetapi aib diri kalian sendiri tidak pernah kalian teliti.”
kesembilan, “Kalian makan dan menikmati pemberian Allah tetapi kalian enggan mensyukuri nikmatNya.” Di antara kita banyak yang lupa hakekat syukur kepada-Nya. Diberikan rejeki banyak tetapi salah membelanjakannya. Diberikan kesehatan yang prima, tetapi salah memanfaatkannya.
Yang terakhir (kesepuluh): “Kalian biasa memakamkan jenazah teman-teman kalian tetapi kalian sendiri tidak mau mengambil pelajaran darinya.“
Tidak sedikit manusia yang membiarkan jenazah lewat begitu saja, mereka tidak mampu mengambil pelajaran dari sebuah kematian. Padahal, pelajaran dari kematian inilah yang, sesungguhnya paling ampuh untuk menggedor hati seseorang. Kenyataannya? Tidak sedikit diantara kita membiarkan dan bahkan menjadikan kematian (mayat) sebagai tontonan belaka.
Salah seorang sahabat bertanya kepada Nabi SAW: “Ya Rasulullah, pesankan sesuatu kepadaku yang akan berguna bagiku dari sisi Allah.” Lalu beliau bersabda: “Perbanyaklah mengingat kematian maka kamu akan terhibur dari (kelelahan) dunia, dan hendaklah kamu bersyukur. Sesungguhnya bersyukur akan menambah kenikmatan Allah, dan perbanyaklah doa. Sesungguhnya kamu tidak mengetahui kapan doamu akan terkabul.” (HR. Ath-Thabrani)
Karena itu, Syekh Abdul Qadir Jilani berpesan: ”Jangan salahkan Allah bila doa tak dikabulkan dan jangan pula menggerutu atau jemu atas semua itu,” demikian Abdul Qadir Jilani dalam Mafatih al-Ghaib. Sebab, hakekat doa (yang benar) itu pasti terkabulkan.
Kata Nabi SAW: ”Doa seorang hamba tetap dikabulkan selama ia tidak berdoa untuk suatu perbuatan dosa atau memutuskan silaturahim atau tak terburu-buru segera dikabulkan.” Lalu, salah seorang sahabat bertanya: ”Wahai Rasulullah, apakah maksud terburu-buruitu?” Rasulullah menjawab,
”Ia mengatakan, ‘aku telah berdoa tapi aku tidak melihat doaku dikabulkan’, sehingga ia mengabaikan dan meninggalkan doanya itu.” (HR Muslim).
Kita sering tidak sadar, bahwa kita adalah makhluk yang sangat dekat dengan Allah SWT.Bukankah Tuhan sudah menyampaikan kalau kita mendekat dengan berjalan, maka Dia akan berlari mendekati kita. Kita sendiri mengakui itu. Lihatlah tatabahasa kita dalam berdoa. Kita sering menyebut Allah SWT. dengan kata ‘Dia’atau kata ganti ‘Nya’. Kita tidak menggunakan kata ‘Beliau’ karena akan terjadi jarak.
Kita juga sering memanggilNya dengan kata ‘Engkau’ atau ‘Mu’, yang tidak mungkin kita pakai untuk para pejabat atau petinggi serendah apapun. Ini semua menandakan bahwa Allah SWT. Begitu dekat dengan kita. Kalau Tuhan begitu dekat, patutkah kita berburuk sangka? Kalau doa tak terjawab, masih patutkah kita berburuk sangka kepadaNya? Bukankah Allah SWT. Telah memberikan garansi total. “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.”(QS al-Mu’min [40]: 60)
Ya! Kadang kita berpikir jelek, menuduh Allah tidak adil. Mari kita simak cerita Sayyidina Ali karamallâhu wajhah ketika berkhutbah di hadapan kaum Muslimin. Saat beliau hendak mengakhiri khutbahnya, tiba-tiba berdirilah seseorang di tengah-tengah jamaah sambil berkata: “Ya Amirul Mukminin, mengapa doa kami tidak diijabahi? Padahal Allah berfirman berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu? Mengapa?”
Sayyidina Ali pun menjawab: “Sesungguhnya hatimu telah berkhianat kepada Allah alias matidalamdelapan hal (sebagaimana dijelaskan Ibrahim bin Adham di atas). Bertaqwalah kepada Allah, shalihkan amalmu, bersihkan batinmu, dan lakukan amar ma’ruf nahi munkar. Nanti Allah akan mengijabahi doamu itu,” ungkap Sayidinna Ali dengan penuh wibawa.
Tak kalah penting, adalah mengawal doa dengan amal baik. Tidak jarang kita berdoa tetapi amalannya justru menghancurkan doa itu sendiri. Kita membaca doa tetapi hakekatnya tidak berdoa. Bagaimana Allah akan mengabulkan doa seseorang, kalau perbuatannya justru berlawanan dengan apa yang diminta. Kita minta sehat, tetapi setiap hari tidak pernah menjaga kesehatan, makannya kelewatan yang mengakibatkan sakit.
Kita minta berkecukupan rejeki, tetapi setiap hari tidak pernah bekerja keras atau setelah rejeki datang menjadi orang-orang boros. Inilah prilaku yang harus dicermati, sehingga doa kita memang doa orang-orang yang berdoa, bukan orang yang sekedar membaca doa.
Satu hal yang sangat menghibur kita: Allah SWT. tidak akan ingkar pada janjiNya. Para ulama salaf memberikan definisi menarik, bahwa doa itu ada yang cash and carry (ijabah) secara langsung, kalau tidak (ijabah) diberikan dalam bentuk lain, demi manfaat orang yang berdoa. Jika tidak dua-duanya, maka, doa-doa kita akan terjawab kelak di akhirat. Saat itu kita semua menjadi kaget menyaksikan betapa Allah menepati janjiNya. Waallahu’alambish-shawab.
Oleh : Mokhammad Kaiyis

Komentar